Bebaskan Sandera, Filipina Buka Akses Militer ke Indonesia

Charles Honoris Menjadi Pembicara di Kaltara

Pemerintah Indonesia dan Filipina bekerja sama untuk membebaskan tujuh anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf di Pulau Jolo, Sulu, Filipina.

Kedua negara sepakat mengedepankan negosiasi dengan tetap memprioritaskan keselamatan sandera. Filipina juga membuka akses militer bagi Indonesia jika kasus serupa terulang di masa mendatang. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi mengatakan, pemerintah Indonesia intensif melakukan komunikasi dengan berbagai pihak untuk membebaskan para sandera.

Berdasarkan laporan terakhir, tujuh awak kapal tunda (tugboat ) Charles 001 dalam kondisi baik. Mereka sebelumnya disandera terpisah oleh dua kelompok berbeda. ”Mereka kini di tangan kelompokyangsama, meskiterkadang dipecah saat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain di sekitar Pulau Jolo,” ujar Retno di Jakarta kemarin.

AngkatanBersenjataFilipina menyatakan warga lokal melihat tujuh ABK WNI berada di tangan Abu Sayyaf di Pulau Jolo. Menurut Juru Bicara Komando Mindanao Barat Mayor Filemon Tan, sanderaawalnya ditahankelompok Muktadil bersaudara yang beroperasi di Pulau Tawi- Tawi sebelum diserahkan kepada Abu Sayyaf.

Penasihat perdamaian untuk Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Jesus Dureza, mengatakan bahwa negosiasi dengan Abu Sayyaf sedang berlangsung. Kali ini pemerintah Filipina tidak menggunakan pendekatan militer karena posisi Abu Sayyaf di tengah masyarakat umum. Charles 001 yang dibajak Abu Sayyaf tiba di Pelabuhan Semayang, Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (25/6).

Kapal milik PT Perusahaan Pelayaran (PP) Rusianto Bersaudara itu dioperasikan enam ABK WNI yang dibebaskan Abu Sayyaf. Kapal itu dibajak saat melalui rute Tagoloan-Cagayan-Mindanao- Samarinda. Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa personel militer Indonesia akan diizinkan untuk memasuki wilayah Filipina apabila kembali terjadi penyanderaan WNI oleh militan dari negara tersebut.

”Namun, akses militer itu belum berlaku untuk kasus penyanderaan ABK Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152 saat ini,” ujarnya. DPR menyambut baik dibukanya akses militer Indonesia oleh pemerintah Filipina. Kebijakan ini penting bagi Indonesia untuk bisa melaksanakan operasi penyelamatan WNI secara optimal.

”Kalau memang perlu bukan hanya sekadar membebaskan sandera, tapi bagaimana menghentikan atau menyelesaikan permasalahan Abu Sayyaf ini secara permanen,” kata anggota Komisi I DPR Charles Honoris. Anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani menegaskan, pemerintah berkewajiban membebaskan dan menjamin keselamatan seluruh WNI dengan segala cara termasuk dengan operasi militer.

Sumber : Sindonews

Tinggalkan komentar